Ketika liburan kuliah, aku pun pulang ketanah
air tempatku dilahirkan dan dibesarkan. Pesawat yang menemaniku kembali
perasaan rindu akan keluarga dan teman lamaku telah mendarat dibandara SOETA
Indonesia, Setelah semua barang telah aku kemasi dari bagasi, dengan perasaan
penuh kebahagiaan bisa kembali. Akupun bergegas menuju parkiran taksi yang aku
naiki.
“Gil…Ragil.!” Suara yang tiba-tiba
terdengar oleh telinga, mengagetkanku yang sedang berjalan dengan diiringi
suara pantovelku. Sepertinya aku mengenal suaranya gusar dalam hatiku. Setelah
aku menolehkan kepalaku kea rah dimana suara itu berasal, aku langsung berlari
menuju seorang laki-laki yang keliatannya sedari tadi manggil-manggil namaku
itu. Kami langsung saling memeluk beberapa detik
lamanya karena rasa rindu akan sahabat yang tertahan begitu lamanya bisa kami
lepaskan tanpa kami duga. “Assalamu alaikum ya ahlul yaman.!” Kataku dengan
penuh tawa rindu setelah melepaskan pelukanku. “Waalaikum salam ya akhi..” Jawabnya
sambil tertawa juga.”Wah ray gimana kabaru setelah diyaman sana? Kelihatannya tambah subursaja ya..!”
tanyaku. Lalu dengan menynggingkan bibirnya “ya alhamdulilah lah disana aku
menikmati. Lah kamu gimana di Malaysia
enak kan?”
tanyanya kembali “ya aslinya sih biasa saja, Cuma teman-temanya saja yang beda.
Lebih luas jangkauannya dan mereka asyik semua. Solidnya juga tinggi.Eh, teman
lama juga banyak sih, jadi ya tambah seru” jawabku. ‘Teman lama? temen apa
temen gil?” godanya “ya teman lah,emang apa? Eh, cari tempat duduk dulu yuk!”
tanggapku sambil mengalihkanperhatiannya mengajak untuk duduk dikantin bandara.
Sambil berjalan, aku memikirkan apaobrolan yang pas diobrolin dengan ray nanti
setelah duduk supaya dia tidak ngelanjutin godaannya tadi. Satu menit kemudian,
aku dan ray sudah duduk ditemani duabuah roti boy dan dua cangkir kopi belanda.
“Eh gil, kamu gimana sama si dia? Dia juga dimalaysia kan? Jedeerr.. Pertanyaan yang membuatku
kaget dan bingung harus dijawab apa. Aku cumaterdiam memandang pemandangan
padat bandara soekarno-hatta, sampai suara roy memecahkan telingaku “Gil..ragil…kamu
kenapa ko bengong?” “Oh sorry roy
sorry..” sadarku dari melamun tadi “oh nggak papa, aku juga minta maaf kalau
pertanyaanku ganggu pikiranmu!” Lanjutnya merasa bersalah.” Enggak kok
enggak..aku Cuma lagi mengenang masa lalu kita dulu..kayaknya lucu deh..!”
setelah itu kami saling memandang lalu tertawa. Terkenang-kenang bersama.
***
6
TAHUN YANG LALU..2012
“Nama kamu siapa?” Sambil berjabat
tangan dengannya. “ Aku ray Al-Gaffar, panggil saja ray. Kamu?” masih berjabat
tangan. “Ragil, tanpa nama panjang, jadi ya Cuma rigil saja. Kamu dari lampung
ya?” tebakku karena disebelahnya ada kasur bertulisan “ROY LAMPUNG”. “Iya
lampung. Kmu dari mana?” Tanyanya. “Aku dari tegal” sambil melepas jabatan
tangannya. Semenjak perkenalan itu pertemananku dengan ray semakin dekat saja.
Walaupun kelas kami berbeda, kami sering sekali mengobrol tentang apapun.
Tentang masa SMP ku atau masa SMP nya, tentang mimpi-mimpi kami besok dimasa
depan setelah lulus SMA, dan masih banyak lagi. Oh ya, setelah lulus SMA, aku
bercita-cita untuk meneruskan kuliah di universitas Al-Ahgaff yaman, dan ray
ingin keluar negri juga namun ayahnya yang tidak mengizinkan untuk pergi jauh
dari keluarga karena memang ray adalah anak laki-laki satu-satunya. Akhirnya
ray ingin kuliah didalam negri saja. Sesungguhnya itulah sedikit hasil obrolan
kami setiap hari. Kami juga terkadang sampai tidak ingin tidur siang, kami
lebih memilih ngobrol sampai bunyinya bel bangung tidur. Sejauh itu, terkadang
kami saling bercerita tentang siapa yang kami sukai,ya perempuanlah pastinya.
Ketika itu aku suka bercerita tentang Tasya. Ya, Renatasya Az-Zahra nama
lengkapnya. Seorang perempuan muslimah cantik dan solihah yang aku sukai.
Begitu juga ray yang suka dengan seorang perempuan yang bernama Nadia Septiana
Putri. Nadia adalah temannya ketika SMP dulu, jadi aku tidak pernah melihat
Nadia itu seperti apa. Berbeda dengan Tasya, ray mengetahui seperti apa Tasya
itu. Karena memang aku, ray, dan tasya satu sekolahan. Hanya kelas kami yang
berbeda. Seiring berjalannya waktu, aku dan ray masih seperti biasa,suka
mengobrol walaupun rasanya sudah tidak ada lagi topic yang kami obrolkan. Jadi
apapun itu, penting atau tidak, kami selalu membicarakannya.
***
Ditengah-tengah keramaian Bandar udara
soekarno-hatta tak terasa roti boy dan kopi belanda telah kami habiskan. Namun,
perut kami berdua masih terasa lapar sekali karena mungkin perjalanan sangatlah
melelahkan dan kami ternyata sama-sma belum memakan apapun didalam pesawat
tadi. “Ray kayaknya kalau kita ke KFC
enak deh?” ajakku. “Lah itu.. aku juga masih laper nih.. ayo..1” jawabnya. 5
menit kemudian kami sudah dihadapkan dengan 2 bulgogi chicken khas KFc itu. “
Eh Ray gimana belajar kamu di universitas yaman sana? Metodenya gimana sih?” tanyaku
memecahkan suasana. “Ya ternyata sama persis seperti apa yang diceritakan kaka
kelas kita dulu, ada hafalan dan pemahaman gitu” “kalau bahasanya gimana?”
tanyaku lagi. “ Ya waktu awal sih susah dan kaku, tapi karena sudah lama dan
setiap hari yang didengerin juga bahasa sana
jadi sudah terbiasa, tapi susah juga, benar apa kata guru matematika kita
dulu.” Jelasnya.“Wah kata mutiara apa itu ray? Barangkali aku juga pernah
dengar?” tanyaku lagi karena kami dulu tak pernah satu kelas. “Ituloh
membiasakan sesuatu itu butuh proses. Sekali, berkali-kali, kebiasaan,
karakter, dan wtak. Pernah denger tidak?” “Wah, kayaknya aku nggak pernah
dengar deh hehe. Berarti ceritanya sekarang sudah menjadi watak nih?” Candaku.
“Hahaha..tapi nggak gampang loh ! Susah banget
malahan.” Sambil memegangi sendok makannya. “Ya itulah namanya belajar ray.. kan la tarum ilman wa
tatruka Al-Ta’ab imrithinya !” Sahutku. “Seperti perkataannya imam syafi’I
mencari ilmu tanpa adanya kesusahan itu nggak nikmat, makannya aku masih
menikmati belajar disana. Lah kamu gimana metode dimalay?” Ganti aku yang
ditannyai olehnya.. “Ya kalau dimalaysia sih sama kaya di indobesia ray. Aku
lebih suka berorganisasi” jawabku singkat. “Emang kamu ikut organisasi apa saja?”
tanyanya lagi. “Wah banyak ray.. ada Qori’ , fotografi, kesenian lain dan masih
banyak lagi. Pokoknya aku suka semuannya Ray” Jawabku lagi “Wah padet banget
dong berarti ya?“ “ iya lumayan juga sih.” ”Oh iya si tasya gimana kabarnya?”
tanyanya membuatku binging harus menjawab apa.
***
5
TAHUN YANG LALU…
“ Eh gil, Tasya itu yang mana?” Tanya
ray. “Ituloh yang kanan” Sambil telunjukku mengarah pada seorang perempuan yang
sedang berjalan khusyu bersama temannya selepas sholat jama’ah ashar dan akan
menghadiri acara jamiyyah kubro jum at sore di aula pondok kami. “Oh yang itu?”
tanyanya memastikan “Iya yang itu” jawabku. “Dari jalannya ketiatannya pendiem
ya?” Tanya ray “ Hem. Gak tau juga ray” Gumamku sekenanya.
3 Minggu setelah aku menunjukkan Tasya
kepada ray. Kami mengobrol seperti biasannya. Namun, kali ini agak berbeda.
Teman-teman kami yang lain melihat sambil menggoda kami.” Cie..Cie..ada
persaingan secara sehat nih?” Sorak teman-teman kami sambil tertawa semuanya.
Sungguh kami tak paham apa maksud mereka. Kami tetap melanjutkan obrolan kami
siang itu. “Ray kira-kira besok kalau sudah lulus kita bisa ngobrol kayak gini
lagi nggak ya? “ tanyaku “Ya harus bisa dong! Walaupun kamudiyaman sana” “Amin.. ya kalau
jadi diyaman ray! Kalau jadinhya aku bareng sama kamu kamu diindonesia gimana?”
Shut lagi. “Ya harus bisa ke yaman dong! Kan
yang penting semangat, iya nggak?” Semangat ray untukku. “Iya ray semangat! Oh
ya janji ya bisa ngobrol lagi besok lalau sudah lulus?” Sambil kuulurkan
kelingkingku ke arahnya “ Iya deh janji!” Kelingking kami berdua pun mengikat,
tanda kami saling janji. Tapi, belum luluspun janji kamiseakan-akan telah
terpendam dan tak pernah tampak lagi. Namun masih ada dan tak pernah hilang.
Aku benar benar tak tahu kenapa setiap aku akan bercerita dengan ray seperti
ada seseorang yang menghalangiku entah siapa. Rasanya ray juga merasakan hal
yang sama . Setiap aku menyapanya pasti ada suara ledekan-ledekan seperti
“Kalian hebat banget sih? Saingan tapi tetap akur-akur saja!” atau”Good rival!
Goog rival!”. Aku belum bisa mengerti apa maksud merekasemua. Aku tahu itu
hanya guyon saja . Tapi, setidaknya itulah yang selama ini aku rasa tidak enak.
Begitu juga ray. Apa yang dirasakan sama sepertiku. Sampai suatu sat pernah
terbesit dalma pikiran ku “ Apa emang ray suka sama tasya setelah aku tunjukin
ke dia ya?”
***
Pengumuman kelulusan pun telah keluar.
Aku bersama teman-teman dinyatakan lulus 100%. Sekarang keasibukkan kami adalah
belajar untuk mempersiapkan diri untuk melancarkan rencana masing-masing akan
melanjutkan kemana. Aku yang awalnya ingin ke yaman berbelok arah . Aku ingin melanjutkan kuliah
dimalaysia. Karena setidaknyaitulah hasil istikhorohku. Dan ray entah mengapa
diamelanjutkan kuliah di Yaman. Aku tidak tahu menahu lagi tentang ray karena
memang akudan ray tidak seperti dulu, tak pernah ada acara ngobrol sampai nggak
tidur lagi. Ah kenapa harus gini sih? Sampai akau akan keluarpun aku tidak
beraniuntuk mengawal lagi bersahabatan yang tertunda ini. Begitu jug array. Dia
masih bungkam denganku. Akupun masih bingung dan tak tahu mengapa aku dan ray
dikata sebagai saingan. Aku hanya bisa menunggu waktu yang menjawab. Satu bulan
setelah perpisahan kelulusan kami, aku mendengar kabar bahwa ray sudah berada
diyaman, dan aku sendiri menjadi seorang mahasiswwadinegara tetangga. Tasya
sama seperti ah aku tak pernah menghubungi lagi. Mungkin dia juga sudah
melupakan aku.. ah sudahlah.
***
“Eh gil gimana kabarnya Tasya? Kok
malah diem?” suaranya membuyarkan lamunanku
“oh
iya rao,aku nggak tau juga pastinya, tapi akun twitternya masih aktif ko’.”jawabku.
Iya akun twitternya setiap hari berkicau terus,itu yang buat aku tahukalau dia
baik-baik saja. Karena setiap hari aku selalu mengecek akun twitternya untuk
sekedar mengabarai rasa rinduku dengan Tasya.”Loh emang kalian sekarang nggaka
da komunikasi lagi?”Tanyanya. “iya begitula. Aku soih kangen sama dia ray.
Rasanya gak ada yang bisa gantiin posisi dia, tapi lupain sajalah, aku sudah
cukup senag bisa ngobrol lagi sama kamu, berarti kita nggak saling ingkar
janji. Kita dulu kan?
ingget ngga?” Sambungku. “ Hahah iya Gil inget kok, aku juga senagwalaupun
pernah tertunda”tutupnya. Kami pun memeluk satu sama lain . Berharap
persahabatan kami taka akn pernah luntur oleh apapun. Dan tak terjadi seperti
dulu lagi.
Sahabat
adalah satu-satunya kenangan yang taka akan pernah hilang. Jadi bersahabatlah
selagi masih bisa dan belum terlambat. Halanagan apapun hilangkan!.
Diambil
dari sebagian kisah nyata dan yang belum menjadi kenyataan semoga saja bisa menjadi
kenyataan dimasa depan amin..